PILIHAN
5 Tahun Jokowi-JK, Apa Kabar Revolusi Mental?
Jakarta (PantauNews.co.id) - Revolusi mental adalah salah satu program yang digaungkan Joko Widodo-Jusuf Kalla di awal periode 2014-2019. Lima tahun berselang, program revolusi mental dianggap tak pernah dievaluasi hingga ukurannya tidak jelas.
"Revolusi mental. Itu aja nggak pernah dievaluasi. Sampai sejauh mana progressnya. Kan nggak ada yang menyentuh tuh," kata Pengamat politik dari Universitas Paramadina Hendri Satrio kepada wartawan, Jumat (18/10/2019).
Hendri menjelaskan bahwa revolusi mental merupakan salah satu program Jokowi yang belum tuntas. Dia membeberkan beberapa indikasi yang menunjukkan bahwa program ini belum berhasil.
"Kalau revolusi mental berhasil, nggak mungkin ada isu radikalisme. Kalau revolusi mental berhasil, nggak mungkin ada buzzer-buzzer berkeliaran di timeline medsos itu," tuturnya.
Dia menyarankan agar Jokowi bisa melanjutkan sejumlah pekerjaan rumahnya yang belum tuntas. Beberapa di antaranya yakni yang dalam sembilan agenda prioritas.
"Banyak pekerjaan rumahlah. Saya sarankan, Pak Jokowi melanjutkan yang belum selesai. Kayak nawa cita ini kan belum selesai. Jadi, kayak teori spion aja. Melihat ke belakang, untuk maju ke depan. Begitu saja," ungkapnya.
Sementara itu, Direktur Populi Center Usep S Ahyar mengatakan bahwa Jokowi mesti kerja keras jika ingin melanjutkan program revolusi mental. Sebab, menurutnya, mental adalah sesuatu yang sulit diubah.
"Saya kira Pak Jokowi perlu kerja keras ya, jika ingin melanjutkan program revolusi mental di periode kedua ini. Soalnya revolusi mental ini ukurannya kan kan abstrak. Terus, di satu sisi mental ini memang sulit diubah, harus ada jangkarnya," kata Usep saat dihubungi, Jumat (18/10/2019).
Meskipun ukuran keberhasilan program revolusi mental tidak jelas, namun dia menilai program ini masih jauh dari harapan. Hal ini bisa dilihat dari kondisi masyarakat yang terjebak dalam pusaran ujaran kebencian.
"Revolusi mental ini ukurannya memang tidak jelas. Kalau dibilang berhasil pun nggak bisa. Apalagi sekarang kondisi masyarakat seperti ini. Misalnya, mudah terpicu sama ujaran kebencian. Lalu, mental pejabat juga belum berubah dari ingin dilayani, jadi melayani," ungkapnya.
Sebelumnya, sejak awal kabinet kerja dibentuk, revolusi mental ini menjadi program pokok yang terus didengungkan. Bahkan, Jokowi mengatakan dia tak ingin revolusi mental sekadar jadi jargon.
"Saya lakukan besar-besaran. Saya memang tidak mau menjadikan jargon. Jangan jadi contoh. Misalkan untuk anak-anak kelas 1 sampai 2 tahun. Karena di situlah umur emas membangun karakter. Kita lakukan training-training kepada guru PAUD kepada guru TK dan SD," ungkap Jokowi dalam wawancara khusus dengan detikcom di Istana Bogor, Kamis (12/10/2017).
Jika merujuk pada laman resminya, definisi revolusi Mental adalah gerakan sosial untuk bersama-sama menuju Indonesia yang lebih baik. Pada periode kedua Jokowi, revolusi mental tetap akan dilanjutkan. (dtc)



Berita Lainnya
Ketua Harian DPP APKLI Dikukuhkan, DPW LPPKI DKI Jakarta Siap Bersinergi
Jokowi Resmikan Jembatan Teluk Kendari, Selain Memperindah juga Mempermudah Mobilitas Kendaraan
Pemuda Tani HKTI Kendal Hadiri Sarasehan Bersama Disporapar Jateng
Dua Gempa Mengguncang Sumatra Dan Jawa, Masyarakat Rasakan Getaran
Penemuan Sosok Mayat di Guntung, Kendaraan yang Ditunggangi ber Nopol Bengkalis
Semarak Budaya Festival Dangdut dan Religi, Dr Hj Karmila Sari Jembatani Aspirasi Kaum Muda
Primaya Hospital Pasar Kemis Gelar Aksi Peduli Khitanan Massal Gratis
Proyek Belasan Miliar Jalan Sudirman Dumai Masih Simpangsiur, Larshen Yunus Minta KPK 'Main-main' ke Dumai
Semburan Gas Berpotensi Terbakar dan Beracun, EMP Bentu Turun ke Tenayan Raya
GRIB Jaya PAC Sungai Sembilan Gelar Jumat Berkah di Masjid Al-Munawaroh
Muhammadiyah Ungkap Perlakuan Buruk China ke Muslim Uighur
Tempat Parkir Puskesmas Karawaci Baru Pindah Ke Lahan Kosong Milik Pemko Tangerang