PILIHAN
Gubernur Riau Janji Bekukan Izin Lingkungan Sementara Perusahaan Pembakar Lahan
Pekanbaru (PantauNews.co.id) - Gubernur Riau (Gubri) Syamsuar berjanji akan membekukan izin lingkungan sementara bagi perusahaan yang terbukti membakar lahan. Kemudian ia juga berjanji akan membebaskan Riau dari asap.
Demikian dikatakan Gubri, saat menemui aksi mahasiswa terkait atas keprihatinan kabut asap akibat Kebakaran Hutan dan Lahan (Karhutla) di halaman Kantor Gubernur Riau, Jumat (20/9/19).
"Khusus penegakan hukum, kita sudah minta apabila korporasi terbukti melakukan pembakaran, izin lingkungan kita bekukan sementara. Kita berupaya semaksimal mungkin membebaskan Riau dari asap," kata Syamsuar.
Selain itu, orang nomor satu di Riau ini juga menyatakan bersama Satgas Karhutla akan dilakukan police line di area lahan terbakar. Menurut Gubri, jika ada yang menanam, berarti itulah yang membakar.
Lebih lanjut, untuk penanggulangan Pemprov Riau melalui Tim Satuan Tugas (Satgas) Karhutla yang dipimpinnya, baik darat mau pun udara yang masing-masing dikendalikan Danrem 031/WB dan Danlanud Roesmin Nurjadin Pekanbaru termasuk dari unsur penegakan hukum dari pihak kepolisian terus berupaya melakukan langkah penanggulangan.
Mantan Bupati Siak ini juga meyakinkan para mahasiswa bahwa penanganam Karhutla terus diupayakan. Diantaranya telah membuat surat edaran kepada kabupaten kota terkait antisipasi Karhutla sejak awal termasuk upaya pencegahan.
"Kita komit melakukan penanggulangan.Kami waktu awal menjabat sudah berkunjung ke kabupaten kota, mengeluarkan surat edaran mengantisipasi Karhutla. Itu juga bagian dari upaya Pemprov dalam mengatasi Karhutla," papar Syamsuar.
Sementara dalam aksi ini, mahasiswa menyampaikan sebanyak 20 tuntutan yang langsung didengarkan Gubri.
Yakni, pertama menuntut pemerintah agar menerbitkan Undang-undang yang lebih ketat dalam pencegahan kebakaran hutan dan lahan.
Kedua, menuntut pemerintah untuk meninjau ulang izin-izin perkebunan yang potensial menyebabkan kebakaran.
Ketiga, menuntut pemerintah mengumumkan secara publik perusahaan-perusahaan yang melakukan pelanggaran-pelanggaran dalam kasus kebakaran hutan dan lahan di Indonesia.
Keempat, menuntut Pemerintah Provinsi untuk meningkatkan fasilitas kesehatan mengenai ISPA di Rumah Sakit yang ada dan membuka posko kesehatan di daerah pemukiman warga yang berdekatan dengan titik api.
Kelima, menuntut pemerintah melakukan program strategis Restorasi Gambut.
Keenam, menuntut Pemerintah daerah untuk melakukan sosialisasi kepada masyarakat tentang bahaya Karhutla.
Ketujuh, menuntut pemerintah pusat dan daerah untuk menyelesaikan permasalahan hulu dari kebakaran hutan dan lahan di Indonesia khususnya di provinsi Riau.
Delapan, menuntut Gubernur Riau selaku pemegang kekuasaan tertinggi di Riau bertindak tegas mencabut izin korporasi yang nakal, terutama korporasi yang membakar lahan dan tidak bertanggung jawab.
Sembilan, menuntut Gubernur Riau melakukan gugatan terhadap korporasi pembakaran lahan yang izinnya berada di pusat agar segera ditindaklanjuti hingga dicabut izinnya.
Sepuluh, menuntut Kapolda Riau dan Pangdam agar mundur dari jabatannya atau dicopot jabatannya, karena telah gagal dalam menyelesaikan permasalahan kebakaran hutan dan lahan.
Sebelas, menuntut pemerintah Pusat dan daerah memperhatikan wilayah hutan dan gambut yang ada di Riau terutama dalam masalah pencegahan kebakaran hutan dan lahan.
Duabelas, mengecam pemerintah pusat dalam hal ini kepada Presiden RI karena gagal dalam mengelola Indonesia dengan beranggapan permasalahan kebakaran hutan dan lahan yang ada di Indonesia khususnya di Riau bukanlah hal yang penting.
Tigabelas, menuntut Gubernur Riau untuk mendekralasikan “Riau Bebas Asap†atas dasar kebakaran hutan dan lahan yang ada di Riau.
Empat belas, menyatakan Gubernur Riau telah gagal dalam memimpin Provinsi Riau karena tidak menyelesaikan program pertama 100 hari kerjanya.
Lima belas, menuntut Gubernur Riau turun dari jabatannya jika masalah kebakaran hutan dan lahan masih terus ada di Provinsi Riau.
Enam belas, menuntut Gubernur Riau menggunakan kewenangannya untuk menghalangi korporasi pembakaran lahan dan hutan saat ini.
Tujuh belas, menuntut Gubernur Riau mendesak korporasi yang telah divonis bersalah agar segera membayar denda dan biaya ganti kerusakan lingkungan hidup dalam waktu 30 hari kerja.
Delapan belas, hentikan diskriminasi terhadap masyarakat bawah yang diduga sebagai pembakar lahan.
Sembilan belas, menuntut Gubernur Riau, Kapolda Riau, Danrem, BPBD, Dinas Lingkungan Hidup, dan segala yang terkait untuk menyampaikan data, kebakaran hutan di Riau baik perusahaan pembuka lahan, peta kebakaran, peta perusahaan yang terbakar secara transparan dan terbuka kepada publik.
Serta duapuluh, menuntut Pemerintah daerah dan Pusat menetapkan daerah yang mengalami Karhutla seperti Riau, Sumatera Selatan, Jambi dan Kalimantan sebagai Bencana Nasional.
Sumber: mediacenter.riau



Berita Lainnya
38 Truck ODOL Terjaring Razia Dishub Riau di Simpang Jalan Elak Batu Gajah Inhu
Terima Kunjungan Politeknik Negeri Medan, Perwira PT KPI RU Dumai Kenalkan Proses Bisnis dan 12 CLSR
Inovasi dan Kolaborasi dalam Serikat Pekerja Nasional: Menyongsong Kejutan Tahun 2024 di Kota Dumai
Ruang Labor dan Ruang Guru SD 028 Rokan IV Koto Tuntas Dikerjakan
Elki Riduwan Hutajulu Semangat Berbagi Takjil
Pencuri dan Penadah Sepeda Motor Dibekuk
Jajaran Polda Riau Komit Cegah dan Tangani Karhutla 2020
19 Kelompok Tani Pola Kemitraan PT SAI Sebagai Syarat Pengajuan HGU 2 Diduga Sarat Pencitraan
Pemko Dumai Kembali Meraih Opini WTP ke 8 Kali dari BPK
Babinsa Serda Roni Patroli dan Sosialisasi Rutin Stop Karhutla Di Kelurahan Bukit Nenas
Kapolsek Peranap Pimpin Latihan Penggunaan Sasumata
Warga Temukan Dua Mayat Tertimbun Pupuk, Personil Polres Rohul Bergerak Cepat Menuju TKP