
ROHIL, PANTAUNEWS - Salah seorang warga Bagansiapiapi, Rokan Hilir, Ridayanti SH merupakan salah seorang yang berani menjangkau daerah terkena bencana, dirinya melihat langsung di lapangan bagaimana kondisi yang terjadi salah satunya di Aceh Tamiang, Nanggroe Aceh Darussalam (NAD).
Ridayanti menuturkan, awalnya mereka tergerak mendatangi daerah terkena bencana dan menyalurkan bantuan setelah mengetahui kejadian banjir bandang dan longsor terjadi di sejumlah daerah di Sumatera. Beberapa teman, yang merupakan alumni Fakultas Hukum, stanbuk 1984 Universitas Medan Area, Medan ada yang tinggal di daerah yang terkena bencana yakni di Berandan dan Sibolga namun yang paling berat kerusakan bencana menurutnya ada di Aceh Tamiang.
"Yang di Aceh Tamiang ini, ada beberapa hari kami tak bisa menghubunginya, dan setelah ada sinyal mereka pakai starlink katanya, baru kami bisa menghubungi, dan video call. Alhamdulillah teman kami itu, bernama Dahman Siregar selamat," kata Ridayanti.
Namun terangnya seperti dituturkan Dahman, kondisi terkena bencana itu hanya selamat dengan pakaian yang menempel di badan.
Dahman berhasil menyelamatkan mami-nya, dan isterinya saat banjir bercampur lumpur dan kayu menerjang. Mereka bertiga kemudian berhasil naik di atap seng sebuah rumah dan bertahan selama tiga hari tiga malam di atas sampai akhirnya datang pertolongan dari relawan.
"Dia bersama ibu dan isterinya, tiga hari tiga malam bertahan, tak makan tak minum, dan kondisinya hujan turun," ujar Ridayanti.
Informasi diperoleh terangnya, sebelum banjir bandang, longsor menerjang sudah ada banjir melanda dan masuk ke dalam rumah dengan ketinggian air hingga mata kaki. Namun masyarakat menganggap banjir itu seperti fenomena biasa saja. Tak disangka, pada dini hari sekitar pukul 15.00 WIB banjir, dan lumpur menerjang tak terbendung yang berlangsung dalam waktu yang begitu cepat.
"Isterinya hampir tak selamat, waktu itu meskipun pandai berenang tapi karena yang datang itu lumpur, bagaimana bisa bergerak. Untunglah dia bisa menyelamatkan isterinya," kata Ridayanti.
Setelah pertolongan tiba, Dahman diungsikan ke masjid di Aceh Tamiang yang keberadaannya tak jauh dari Mapolsek Aceh Tamiang. Namun sehari di tempat pengungsian itu, ibu Darman wafat.
Selanjutnya para alumni mengumpulkan donasi, dan dibelikan pakaian, makanan. Empat orang alumnus hukum tersebut berangkat dan sampai di lokasi pada Ahad (14/12/2025) kemarin.
Bantuan makanan yang telah disediakan kemudian di bagikan di jalan-jalan yang dilintasi, meksipun terangnya hanya sedikit berupa dua butir telur, snack tango, dan minuman mineral. Ekspresi masyarakat yang menerima bantuan menurut Rida, tak dapat dilukiskan bagaimana bahagianya mereka.
Di lapangan tambah pengacara ini, ketinggian lumpur memang luar biasa. Rumah-rumah digenangi lumpur dan tertutup hingga atap, bahkan banjir menutupi hingga ketinggian pohon sawit.
Hal menyedihkan lainnya para pengungsi tak mendapatkan tempat yang layak, mereka terpaksa di tenda, atau di rumah namun berisikan puluhan orang, atau di masjid dan di fasilitas publik yang masih bisa dipergunakan.
"Jadi hancur, dan untuk listerik pun sempat menyala tapi hanya satu jam. Tak ada yang dapat dilakukan, mereka sangat membutuhkan bantuan makanan, kalau pakaian menurut mereka tak butuh lagi, satu-dua pasang pakaian sudah cukup. Yang penting saat ini adalah makanan, minuman, air bersih," katanya. Saat tiba di sana tambahnya, saat itu sudah memasuki hari ke-19 bencana terjadi namun permasalahan dasar seperti air bersih pun tidak tersedia.
Ridayanti menilai pemulihan daerah bencana itu akan memakan waktu yang lebih lama dari yang diperkirakan. Karena kondisi lumpur yang menghantam, telah mengeras. Tanaman-tanaman yang tertimbun mengalami kerusakan, belum lagi kerusakan rumah, fasilitas umum dan lain-lain.
"Jadi kalau tak ditetapkan sebagai bencana nasional, kami pesimis 10 tahun kedepan bisa terbangun lagi," keluhnya sedih. (HSY)