PANTAUNEWS, PPRS, 08/02/2025. Di balik gerbang megah Pondok Pesantren Riyadus Sholihin, sebuah kisah cinta yang tak terduga sedang bergulir. Seorang petugas keamanan yang dikenal dengan sapaan Botox, yang telah mengabdi bertahun-tahun menjaga ketenangan pesantren, akhirnya akan menikahi sosok yang sangat dihormati di kalangan santri, Ning Lilik, seorang ustadzah yang anggun dan berwibawa.
Kisah cinta mereka bukanlah perjalanan yang mudah. Botox, pria sederhana dengan seragam keamanan yang selalu dikenakan dengan bangga, dikenal sebagai sosok yang setia dan disiplin. Ia bukan hanya penjaga gerbang, tetapi juga penjaga hati para santri dan pengurus pesantren. Sementara itu, Ning Lilik adalah seorang perempuan cerdas yang mengabdikan hidupnya untuk mengajar ilmu agama.
Pertemuan mereka sering terjadi di pagi dan malam hari—saat Ning Lilik berjalan menuju kelasnya, dan Botox dengan sigap membuka pintu gerbang sambil menundukkan kepala, menunjukkan hormat yang tulus. Namun, di balik sikap hormat itu, ada perasaan yang diam-diam tumbuh.
Sebuah kejadian tak terduga menjadi titik balik dalam hubungan mereka. Suatu malam, listrik pesantren tiba-tiba padam saat Ning Lilik masih berada di perpustakaan. Dalam kegelapan, Botox dengan cepat datang membawa senter, menerangi jalan sang ustadzah. “Hati-hati, Ning,” katanya dengan suara rendah, namun cukup untuk membuat jantung Ning Lilik berdebar.
Sejak saat itu, banyak yang mulai menyadari perubahan dalam tatapan mereka. Para santri pun mulai berbisik, menggoda dengan harapan baik. Hingga akhirnya, datang kabar yang menggetarkan hati bahwa Botox telah datang melamar Ning Lilik dengan penuh keberanian.
Kabar pernikahan ini menjadi perbincangan hangat di lingkungan pesantren. Tak sedikit yang terkejut—seorang ustadzah menikah dengan seorang petugas keamanan? Namun, kiai dengan bijak menenangkan semua pihak. “Cinta dan keberkahan bukan tentang status, tapi tentang ketulusan dan kesetiaan,” ujarnya.
Kini, persiapan pernikahan sedang berlangsung. Sementara Botox dengan senyum canggung menerima ucapan selamat dari rekan-rekannya. Ning Lilik, yang biasanya tegas dan penuh wibawa, tak bisa menyembunyikan rona bahagia di wajahnya.
Pernikahan ini bukan hanya menyatukan dua hati, tetapi juga mengajarkan bahwa cinta sejati bisa tumbuh di tempat yang tak terduga—di balik gerbang pesantren, di antara doa-doa yang terus dipanjatkan.
—oleh: Ahmad Rois